:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2160749/original/029423700_1525499935-Menteri-Perdagangan-Enggartiasto-Lukita2.jpg)
Liputan6.com, Jakarta - Langkah pemerintah untuk membuka lebar-lebar izin impor pangan seperti beras, garam dan gula menuai kontroversi. Pasalnya, izin impor terus ditambah dan dilakukan mendekati tahun politik.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita pun angkat bicara. Ia menampik semua tuduhan terkait impor bahan pangan tersebut . Meskipun ia orang partai, impor pangan tersebut bukan sebagai sarana untuk mencari dana bagi kepentingan politik.
Alasannya, impor pangan tersebut bukan keputusan pribadinya. Impor tersebut diputuskan dalam rapat koordinasi yang dihadiri oleh semua pihak terkait.
Berikut ini penjelasan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukito kepada Liputan6.com mengenai polemik impor pangan:
Kenapa Indonesia masih impor beras?
Sebenarnya kalau boleh tidak impor, saya tidak mau. Tapi tidak ada pilihan. Untuk beras, jaman Pak Harto kita swasembada, tapi setelah itu kita impor. Kondisi seperti saat ini, saya lapor Presiden, rakor Kemenko hadir Menteri Pertanian dan Perum Bulog pada Januari 2018.
Berapa izin impor yang sudah dikeluarkan?
Harga naik pasti karena pasokan turun. Harga jual gabah naik karena suplai berkurang. Mereka (petani) tidak bisa tahan gabah, pasti di lepas per hari. Kondisi seperti saat ini, saya lapor Presiden, kemudian di-rakorkan di Menko, hadir Menteri Pertanian, Dirut Bulog pada Januari ditetapkan impor beras sebanyak 500 ribu ton.
Pada Maret, Juni dan Juli masih terus menurun penyerapannya. kemudian ditambah 500 ribu ton. Pada April sebenarnya Wakil Presiden Jusuf Kalla katakan langsung (impor) 2 juta ton. Tapi siapa tahu ada panen. Pada April dikeluarkan (izin impor) 1 juta ton lagi.
Stok beras yang ada sampai sekarang cukup sampai kapan?
Kebutuhan konsumsi beras 2,5 juta ton per bulan. Bulog tidak bisa 100 persen, karena itu harus dari pasar juga. Di Rakor Menko putuskan ini. Harus disalurkan 13.500 ton per hari kepada pedagang beras di pasar.
Sampai April 2019 kita harapkan cukup. Diharapkan panen (petani) di Maret (2019), sehingga sampai Lebaran aman. Sampai saat ini kita anggap cukup.
Soal impor pangan selalu jadi polemik, sebenarnya penentuan di pemerintah seperti apa?
Tidak ada satu pun impor komoditi seperti beras, gula dilakukan sepenuhnya menjadi kebijakan Menteri Perdagangan. Itu melalui satu proses.
Contoh beras. Kami melakukan tiga kali rapat koordinasi yang dipimpin Menko Perekonomian, dihadiri Menteri Pertanian, saya, Dirut Bulog dan Deputi Menteri BUMN. Kami melihat dari data stok dan kebutuhan serta proyeksi ke depan maka diputuskan dalam rapat pertama (impor) 500 ribu ton.
Rapat kedua pada April tambahan 500 ribu ton. Karena diproyeksikan itu masih kurang. Dan rapat ketiga 1 juta ton. Tiga kali rapat.
Setelah rakor menetapkan, dari hasil rakor itu mengeluarkan surat penugasan kepada Bulog. Kemudian Bulog melakukan tender terbuka. Jadi itu di website semua kelihatan.
Jadi terlalu naif kalau ini hanya menteri perdagangan. Ketiga proses impor itu diputuskan dalam rakor, melalui proses pembahasan.
Untuk impor garam bagaimana?
Garam untuk industri dalam rakor yang dipimpin Menteri Koordinator, dihadiri Menteri Perindustrian, Deputi Menteri Kelautan dan Perikanan, Deputi menko Maritim dan saya.
Ditetapkan berdasarkan kebutuhan industri. Jumlahnya dan PT (perusahaannya). Itu pun Menperin memberikan rekomendasi atas permohonan izin impor garam dari keputusan rakor.
Saya mengeluarkan izin impor. Izin impor tidak dikeluarkan tanpa (keputusan) rakor dan rekomendasi.
Untuk gula, kenapa kita juga masih perlu impor?
Gula sama juga. Gula industri tidak bisa diberikan pada BUMN. Icumsa gula BUMN tinggi dan warnanya cokelat. Kualitasnya untuk industri dengan Icumsa yang rendah. Itu semua ada rekomendasi, besarannya pun diputuskan oleh rakor.
Jadi tidak sembarangan melakukan importasi itu. Saya tidak tahu apa alasannya. Semua orang bisa melihat dan bisa dicek dari data, terbuka sekali semua.
Sekedar informasi:
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, dari 59 pabrik gula di Indonesia, 35 pabrik diantaranya telah berumur 100-184 tahun atau sekitar 59,3 persen. Kemudian 4 pabrik (6,8 persen) berumur 50-99 tahun, 11 pabrik (18,6 persen) berumur 25-49 tahun dan hanya 9 pabrik (15,3 persen yang berumur di bawah 25 tahun.
Dari sisi produktivitas, dari 59 pabrik, sebanyak 16 pabrik (28 persen) berkapasitas 2.000 ton cane per day (TCD), 27 pabrik (45,6 persen) berkapasitas2.000-4.000 TCD, 4 pabrik (6,6 persen) berkapasitas4.000-6.000 TCD, 9 pabrik (13,4 persen) berkapasitas 6.000-8.000 TCD, 1 pabrik (1,4 persen) berkapasitas 8.000-10.000 TCD dan 3 pabrik (5 persen) yang berkapasitas di atas 10 ribu TCD.
Sedangkan dibandingkan negara lain, seperti Thailand, jumlah pabriknya sebanyak 51 pabrik dengan total kapasitas giling sekitar 940 ribu TCD dan rata-rata kapasitas 16.500 TCD per pabrik.
Australia, sebanyak 24 pabrik dengan total kapasitas giling sekitar 480 ribu TCD dan rata-rata kapasitas 11 ribu TCD per pabrik. Dan India, sebanyak 684 pabrik dengan total kapasitas giling 3,42 juta TCD dan rata-rata kapasitas 5.000 TCDper pabrik.
https://www.liputan6.com/bisnis/read/3643918/mendag-enggartiasto-blak-blakan-soal-izin-impor-panganBagikan Berita Ini
0 Response to "Mendag Enggartiasto Blak-Blakan Soal Izin Impor Pangan"
Post a Comment